Adakah barang yang dulu Anda inginkan beli saat kecil namun tidak bisa, namun sekarang Anda sanggup membelinya? Jika jawaban Anda iya, hal itu berkorelasi dengan data di lapangan. Nyatanya angka kemiskinan di Indonesia sudah menurun satu dekade ke belakang.
Saat ini, sudah ada 52 juta orang di Indonesia yang masuk ke kategori kelas menengah. Melihat dari kacamata lebih jauh, ini berarti tangga pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang merangkak ke atas.
Bahkan, menurut Kemenkeu, jika pengeluaran Anda per bulan sudah di atas Rp6 juta, Anda termasuk golongan kelas atas. Dengan semakin bertumbuhnya ekonomi Indonesia, literasi finansial warga juga semakin baik.
Dari tahun ke tahun, semakin banyak masyarakat yang ingin menambah asetnya menjadi lebih produktif dengan berbagai jenis investasi. Sebut saja deposito, saham, reksadana, emas, obligasi, surat utang negara, dan terakhir cryptocurrency atau kripto.
Bappebti menyebutkan bahwa jumlah investor crypto di Indonesia mencapai 20,16 juta orang hingga April 2024. Penasaran tentang asal-usul aset yang satu ini? Mari kita kupas lebih dalam.
Bagaimana jika ada sebuah teknologi yang memungkinkan perputaran uang di dunia terjadi secara independen tanpa adanya campur tangan pihak ketiga? Bagaimana jika proses penerbitan suatu mata uang tidak dimonopoli oleh sebuah bank sentral? Itulah teknologi yang ditawarkan oleh cryptocurrency.
Muncul pertama kali di 2009, Bitcoin adalah cryptocurrency yang perdana diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto (yang merupakan nama samaran dan belum diketahui siapa aslinya). Berhasil lompat jauh dari nilai pertama diluncurkan, nama dan popularitas Bitcoin meningkat. Setelah itu, muncul berbagai jenis cryptocurrency lainnya seperti Dogecoin, Shiba Inu, Ethereum, dll.
Mengapa cryptocurrency bisa tumbuh subur di Indonesia? Aksesibilitas pada teknologi dimana semua hal bisa dilakukan dengan mudah lewat smartphone merupakan salah satu faktornya. Ditambah lagi modalnya yang relatif kecil, misalnya kita beli Bitcoin, kita bisa beli 1/1000 nya saja. Selain itu, minat masyarakat terhadap investasi alternatif juga jadi alasan crypto dapat panggung di sini.
Mungkin Anda pernah mendengar istilah seperti “to the moon” dari beberapa investor crypto. Karena tidak adanya batasan seperti ARB dan ARA pada saham, keuntungan pada crypto bisa jauh melambung tinggi berkali-kali lipat (begitu juga sebaliknya). Sebut saja kisah Bitcoin yang awalnya seharga Rp50 pada 2010, dan mencapai Rp260 juta pada 2017. Atau kisah Dogecoin yang meroket harganya karena di-notice oleh Elon Musk hanya karena 1 cuitan di laman Twitter. Hal ini tentu menggiurkan bagi para investor muda yang lebih berani mengambil risiko. Namun perlu diingat, jika harga bisa naik berlipat, tentu harga suatu crypto juga bisa turun jauh dalam satu hari.
Peredaran uang crypto disimpan dalam teknologi bernama blockchain, tidak seperti uang di dalam bank. Artinya, tidak ada satu pihak pun yang jadi perantara saat transaksi crypto. Karena sifatnya yang terdesentralisasi, crypto tidak dapat diterbitkan atau diatur oleh pemerintah.
Dengan sifat yang tanpa perantara, crypto digadangkan sebagai transaksi yang murah (jika dibandingkan dengan biaya layanan perbankan) dan mudah dilakukan siapa saja. Di Indonesia sendiri, aset crypto tetap dilarang sebagai alat pembayaran sesuai UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, namun dapat dikategorikan sebagai komoditi yang diperdagangkan di Bursa Berjangka.
Crypto sebagai komoditas sesuai Surat Menko Perekonomian Nomor S-302/M.EKON/09/2018, dengan pertimbangan, karena secara ekonomi potensi investasi yang besar. Apabila dilarang di Indonesia, akan berdampak pada banyaknya investasi yang keluar (capital outflow) karena konsumen akan mencari pasar yang melegalkan transaksi crypto.
Untuk memberi kepastian hukum serta mencegah penggunaan aset kripto untuk tujuan ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme serta pengembangan senjata pemusnah massal, perdagangan aset kripto di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Diawasi oleh Bappebti, kira-kira bagaimana perkembangan cryptocurrency di negara ini kedepannya? Naik turunnya suatu komoditas tentu akan dipengaruhi oleh supply and demand. Seberapa langka koin cryptocurrency yang diinginkan? Seberapa besar keinginan masyarakat untuk memilikinya?
Di era konsumerisme ini, apakah masyarakat Indonesia lebih suka “main aman” dengan instrumen investasi yang berisiko rendah? Atau akan semakin banyak yang suka dengan instrumen high risk, high return?
Nyatanya, tidak ada yang tahu bagaimana masa depan akan terjadi. Apakah penggunaan cryptocurrency di Indonesia akan semakin marak? Atau bahkan tidak bernilai sama sekali? Apakah keberadaan bank konvensional akan tergerus bank digital? Atau bahkan bank digital juga tergerus oleh teknologi desentralisasi ini?
Bagaimana menurut Anda, wahai para investor Indonesia?
Cryptopintar is proudly powered by WordPress